Tuesday, March 13, 2012

Mari Bermain Rasa

Prosa singkat pendamping pameran :
'Mari Bermain Rasa' oleh Ivan Christianto.
Casa by Bravacasa  - The Ritz Carlton Jakarta, Agustus 2011

Menggagas ide dan mencipta karya, menyajikan hangat-hangat dan menikmati sedikit gemerincing pundi-pundi. Macam inikah hidup perancang setelah era modernisasi?

Lama-lama memuakkan.
Membosankan. 
Mematikan.

Onggokan kayu-kayu menatap tajam dan menjerit; metropolitan sudah kian terik, tuan.
Cepat-cepat tambahkan umur kami!

Baiklah, pikir sang perancang, biar kebosanan ini menjadi milik semua orang.

Lalu dimulailah orkestra mesin pemotong.

---

Nafasnya hampir habis ditelan arus kejemuan, saat perahu merah jambu mengajaknya serta.

Mari, kata nona dalam perahu, aku perlu seorang pendayung lagi, katanya lagi; tak kuasa diri sendiri melawan arus.

Mengapa melawan arus?, tanya sang perancang sambil mulai mendayung. Arus kencang kian terasa ringan. Mencari duniaku, sahut sang nona. Dunia pemberi nyawa? tanya sang perancang kembali. Nona di dalam perahu menoleh tak percaya. Kau juga?

Bagai nyala api dihembus angin, keduanya seakan terbakar hebat. Kayuhan semakin padu, perahu merah jambu terpacu menuju hulu.

---

Arus kian tenang, hingga tak lagi dirasa beban. Samar tergambar tujuan para pendayung. Di atas perahu, napak tilas sang perancang berbuah manis, berkunjung ke taman yang nyata menghidupi si mesin penggagas.

Taman yang mengajar bahwa hidup tak harus didikte oleh manusia-manusia (sok) penikmat, atau para pencipta masal penunggu gunungan pundi. Tak harus pula cerlang gemilang bak kolam emas.

Hidup layaknya cerita adalah sajian sejuta rasa gegap gempita, disusul titik-titik kristal bening, serta sejumput keheningan.

Nikmatilah. Hargailah. Bermainlah.

No comments:

Post a Comment